Selasa, 22 November 2011

padang lamun dalam ekosistem laut

Sabinus satrio jajong
Nim  0811779
Padang Lamun Dalam Ekosistem Laut
Latar Belakang
Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai biota laut baik flora maupun fauna. Demikian luas serta keragaman jasad– jasad hidup di dalam yang kesemuanya membentuk dinamika kehidupan di laut yang saling berkesinambungan (Nybakken 1988).
Ekosistem laut merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai komponen abiotik (fisika-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu unit fungsional. Komponen- komponen ini secara fungsional tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Apabila terjadi perubahan pada salah satu dari komponen-komponen tersebut maka akan menyebabkan perubahan pada komponen lainnya. Perubahan ini tentunya dapat mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun dalam keseimbangannya.
Dewasa ini, perhatian terhadap biota laut semakin meningkat dengan munculnya kesadaran dan minat setiap lapisan masyarakat akan pentingnya lautan. Menurut Bengen (2001) laut sebagai penyedia sumber daya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral, dan energi, media komunikasi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata. Karena itu wilayah pesisir dan lautan merupakan tumpuan harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan di masa datang.
Salah satu sumber daya laut yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan adalah lamun, Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang berbiji satu (monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga dan buah. Dimana secara ekologis lamun mempunyai beberapa fungsi penting diaerah pesisir. Lamun merupakan produktifitas primer di perairan dangkal diseluruh dunia dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme.





Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem, ini hidup beraneka ragam biota laut seperti ikan, krustacea, moluska ( Pinna sp,Lam bis sp, Strombus sp), Ekinodermata ( Holothuria sp, Synapta sp, Diadema sp, Arcbaster sp, Linckia sp) dan cacing ( Polichaeta) (Bengen, 2001).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan Makalah Ekologi Perairan “Padang Lamun Dalam Ekosistem Laut” adalah sebagai berikut :
1. Agar mahasiswa/i dapat mengetahu apa yang dimaksud dengan padang lamun
2. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui bagaimana ekosistem yang terjadi dalam padang lamun itu
3. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui apa saja masalah yang dihadapi dalam ekosistem pada lamun ini
4. untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah biologi terapan







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Padang Lamun
Perairan pesisir merupakan lingkungan yang memperoleh sinar matahari cukup yang dapat menembus sampai ke dasar perairan. Di perairan ini juga kaya akan nutrien karena mendapat pasokan dari dua tempat yaitu darat dan lautan sehingga merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya. Karena lingkungan yang sangat mendukung di perairan pesisir maka tumbuhan lamun dapat hidup dan berkembang secara optimal. Lamun didefinisikan sebagai satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang mampu beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati. Beberapa ahli juga mendefinisikan lamun (Seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar, serta berbiak dengan biji dan tunas
Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah padang lamun (Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang. Sedangkan sistem (organisasi) ekologi padang lamun yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik disebut Ekosistem Lamun (Seagrass ecosystem). Habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal agak berpasir dan sering juga dijumpai di terumbu karang.
Ekosistem padang lamun memiliki kondisi ekologis yang sangat khusus dan berbeda dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Ciri-ciri ekologis padang lamun antara lain adalah :
1. Terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir
2. Pada batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau di dataran terumbu karang
3. Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan terlindung
4.Sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan.
5. Mampu melakukan proses metabolisme secara optimal jika keseluruhan tubuhnya terbenam air termasuk daur generatif
6. Mampu hidup di media air asin
7. Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik.
Padang lamun adalah ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan. Lamun (seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) dan berkeping tunggal (Monokotil) yang mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air laut (Sheppard et al., 1996). Komunitas lamun berada di antara batas terendah daerah pasangsurut sampai kedalaman tertentu dimana cahaya matahari masih dapat mencapai dasar laut (Sitania, 1998).

2.2 Klasifikasi Lamun
Tanaman lamun memiliki bunga, berpolinasi, menghasilkan buah dan menyebarkan bibit seperti banyak tumbuhan darat. Klasifikasi lamun adalah berdasarkan karakter tumbuh-tumbuhan. Selain itu, genera di daerah tropis memiliki morfologi yang berbeda sehingga pembedaan spesies dapat dilakukan dengan dasar gambaran morfologi dan anatomi. Lamun merupakan tumbuhan laut monokotil yang secara utuh memiliki perkembangan sistem perakaran dan rhizoma yang baik. Pada sistem klasifikasi, lamun berada pada Sub kelas Monocotyledoneae, kelas Angiospermae. Dari 4 famili lamun yang diketahui, 2 berada di perairan Indonesia yaitu Hydrocharitaceaedan Cymodoceae. Famili Hydrocharitaceaedominan merupakan lamun yang tumbuh di air tawar sedangkan 3 famili lain merupakan lamun yang tumbuh di laut.
Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 52 jenis lamun, di mana di Indonesia ditemukan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili: (1) Hydrocharitaceae, dan (2) Potamogetonaceae. Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain: Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, dan Thallassodendron ciliatum. Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi yang dilakukan termasuk toleransi terhadap salinitas yang tinggi, kemampuan untuk menancapkan akar di substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk

tumbuh dan melakukan reproduksi pada saat terbenam. Salah satu hal yang paling penting dalam adaptasi reproduksi lamun adalahhidrophilus yaitu kemampuannya untuk melakukan polinasi di bawah air.
Secara rinci klasifikasi lamun menurut Den Hartog (1970) dan Menez, Phillips,
dan Calumpong (1983) adalah sebagai berikut :
Devisi
: Anthophyta
Kelas
: Angiospermae
Famili
: Potamogetonacea
Subfamili
: Zosteroideae
Genus
: Zostera, Phyllospadix, Heterozostera.


2.3 Karakteristik Sistem Vegetatif
Bentuk vegetatif lamun memperlihatkan karakter tingkat keseragaman yang tinggi, hampir semua genera memiliki rhizoma yang sudah berkembang dengan baik dan bentuk daun yang memanjang (linear) atau berbentuk sangat panjang seperti ikat pinggang (belt), kecuali jenis Halophila memiliki bentuk lonjong.
Berbagai bentuk pertumbuhan tersebut mempunyai kaitan dengan perbedaan ekologik lamun (den Hartog, 1977). MisalnyaParvozosterid danHalophilid dapat dijumpai pada hampir semua habitat, mulai dari pasir yang kasar sampai lumpur yang lunak, mulai dari daerah dangkal sampai dalam, mulai dari laut terbuka sampai estuari. Magnosterid dapat dijumpai pada berbagai substrat, tetapi terbatas pada daerah sublitoral sampai batas rata-rata daerah surut. Secara umum lamun memiliki bentuk luar yang sama, dan yang membedakan antar spesies adalah keanekaragaman bentuk organ sistem vegetatif. Menjadi tumbuhan yang memiliki pembuluh, lamun juga memiliki struktur dan fungsi yang sama dengan tumbuhan darat yaitu rumput. Berbeda dengan rumput laut (marine alga/seaweeds), lamun memiliki akar sejati, daun, pembuluh internal yang merupakan sistem yang menyalurkan nutrien, air, dan gas.
Akar
Terdapat perbedaan morfologi dan anatomi akar yang jelas antara jenis lamun yang dapat digunakan untuk taksonomi. Akar pada beberapa spesies seperti Halophiladan Halodulememiliki karakteristik tipis (fragile), seperti rambut, diameter kecil, sedangkan spesiesThalass odendr on memiliki akar yang kuat dan berkayu dengan sel epidermal. Jika dibandingkan dengan tumbuhan darat, akar dan akar rambut lamun tidak berkembang dengan baik. Namun, beberapa penelitian memperlihatkan bahwa akar dan rhizoma lamun memiliki fungsi yang sama dengan tumbuhan darat. Akar-akar halus yang tumbuh di bawah permukaan rhizoma, dan memiliki adaptasi khusus (contoh : aerenchyma, sel epidermal) terhadap lingkungan perairan. Semua akar memiliki pusat stele yang dikelilingi oleh endodermis. Stele mengandung phloem (jaringan transport nutrien) dan xylem (jaringan yang menyalurkan air) yang sangat tipis. Karena akar lamun tidak berkembang baik untuk menyalurkan air maka dapat dikatakan bahwa lamun tidak berperan penting dalam penyaluran air.
Patriquin (1972) menjelaskan bahwa lamun mampu untuk menyerap nutrien dari dalam substrat (interstitial) melalui sistem akar-rhizoma. Selanjutnya, fiksasi nitrogen yang dilakukan oleh bakteri heterotropik di dalam rhizosper Halophila ovalis, Enhalus acoroides, Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii cukup tinggi lebih dari 40 mg N.m-2.day-1. Koloni bakteri yang ditemukan di lamun memiliki peran yang penting dalam penyerapan nitrogen dan penyaluran nutrien oleh akar. Fiksasi nitrogen merupakan proses yang penting karena nitrogen merupakan unsur dasar yang penting dalam metabolisme untuk menyusun struktur komponen sel.
Diantara banyak fungsi, akar lamun merupakan tempat menyimpan oksigen untuk proses fotosintesis yang dialirkan dari lapisan epidermal daun melalui difusi sepanjang sistem lakunal (udara) yang berliku-liku. Sebagian besar oksigen yang disimpan di akar dan rhizoma digunakan untuk metabolisme dasar sel kortikal dan epidermis seperti yang dilakukan oleh mikroflora di rhizospher. Beberapa lamun diketahui mengeluarkan oksigen melalui akarnya (Halophila ovalis) sedangkan spesies lain (Thallassia testudinum) terlihat menjadi lebih baik pada kondisi anoksik.
Larkum et al (1989) menekankan bahwa transport oksigen ke akar mengalami penurunan tergantung kebutuhan metabolisme sel epidermal akar dan mikroflora yang berasosiasi. Melalui sistem akar dan rhizoma, lamun dapat memodifikasi sedimen di sekitarnya melalui transpor oksigen dan kandungan kimia lain. Kondisi ini juga dapat menjelaskan jika lamun dapat memodifikasi sistem lakunal berdasarkan tingkat anoksia di sedimen. Dengan demikian pengeluaran oksigen ke sedimen merupakan fungsi dari detoksifikasi yang sama dengan yang dilakukan oleh tumbuhan darat. Kemampuan ini merupakan adaptasi untuk kondisi anoksik yang sering ditemukan pada substrat yang memiliki sedimen liat atau lumpur. Karena akar lamun merupakan tempat untuk melakukan metabolisme aktif (respirasi) maka konnsentrasi CO2 di jaringan akar relatif tinggi.

Rhizoma dan Batang
Semua lamun memiliki lebih atau kurang rhizoma yang utamanya adalah herbaceous, walaupun pada Thallasodendron ciliatum (percabangan simpodial) yang memiliki rhizoma berkayu yang memungkinkan spesies ini hidup pada habitat karang yang bervariasi dimana spesies lain tidak bisa hidup. Kemampuannya untuk tumbuh pada substrat yang keras menjadikan T. Ciliatum memiliki energi yang kuat dan dapat hidup berkoloni disepanjang hamparan terumbu karang.
Struktur rhizoma dan batang lamun memiliki variasi yang sangat tinggi tergantung dari susunan saluran di dalam stele. Rhizoma, bersama sama dengan akar, menancapkan tumbuhan ke dalam substrat. Rhizoma seringkali terbenam di dalam substrat yang dapat meluas secara ekstensif dan memiliki peran yang utama pada reproduksi secara vegetatif dan reproduksi yang dilakukan secara vegetatif merupakan hal yang lebih penting daripada reproduksi dengan pembibitan karena lebih menguntungkan untuk penyebaran lamun. Rhizoma merupakan 60 – 80% biomas lamun.

Daun
Seperti semua tumbuhan monokotil, daun lamun diproduksi dari meristem basal yang terletak pada potongan rhizoma dan percabangannya. Meskipun memiliki bentuk umum yang hampir sama, spesies lamun memiliki morfologi khusus dan bentuk anatomi yang memiliki nilai taksonomi yang sangat tinggi. Beberapa bentuk morfologi sangat mudah terlihat yaitu bentuk daun, bentuk puncak daun, keberadaan atau ketiadaan ligula. Contohnya adalah puncak daunCymodocea serrulata berbentuk lingkaran dan berserat, sedangkan C. Rotundata datar dan halus. Daun lamun terdiri dari dua bagian yang berbeda yaitu pelepah dan daun. Pelepah daun menutupi rhizoma yang baru tumbuh dan melindungi daun muda. Tetapi genus Halophila yang memiliki bentuk daun petiolate tidak memiliki pelepah. Anatomi yang khas dari daun lamun adalah ketiadaan stomata dan keberadaan kutikel yang tipis. Kutikel daun yang tipis tidak dapat menahan pergerakan ion dan difusi karbon sehingga daun dapat menyerap nutrien langsung dari air laut. Air laut merupakan sumber bikarbonat bagi tumbuh-tumbuhan untuk penggunaan karbon inorganik dalam proses fotosintesis.

2.4 Fungsi Padang Lamun
Menurut Azkab (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang paling produktif. Di samping itu juga ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal, sebagai berikut :
1. Sebagai produsen primer : Lamun memiliki tingkat produktifitas primer tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada dilaut dangkal seperti ekosistem terumbu karang (Thayer et al. 1975).
2.Sebagai habitat biota : Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat
menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makanan berbagai jenis ikan herbivora dan ikan-ikan karang (coral fishes) (Kikuchi & Peres, 1977).
3.Sebagai penangkap sedimen : Daun lamun yang lebat akan memperlambat air
yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan disekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedmen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaan. Jadi, padang lamun disini berfungsi sebagai penangkap sedimen dan juga dapat mencegah erosi (Gingsuburg & Lowestan, 1958).
4. Sebagai pendaur zat hara : Lamun memegang peranan penting dalam pendauran berbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka dilingkungan laut. Khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh algae epifit.
Sedangkan menurut Philips & Menez (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem bahari yang produktif, ekosistem lamun pada perairan dangkal berfungsi sebagai :
1. Menstabilkan dan menahan sedimen–sedimen yang dibawa melalui tekanan–
tekanan dari arus dan gelombang.
2. Daun-daun memperlambat dan mengurangi arus dan gelombang serta
mengembangkan sedimentasi.
 3. Memberikan perlindungan terhadap hewan–hewan muda dan dewasa yang  berkunjung ke padang lamun.
4. Daun–daun sangat membantu organisme-organisme epifit.
5. Mempunyai produktifitas dan pertumbuhan yang tinggi.
6. Menfiksasi karbon yang sebagian besar masuk ke dalam sistem daur rantai
makanan.

Selain itu secara ekologis padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, yaitu :
1.Produsen detritus dan zat hara.
2.Mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang.
3.Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi
beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini.
4.Sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari
sengatan matahari
Selanjutnya dikatakan Philips & Menez (1988), lamun juga sebagai komoditi yang sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat baik secara tradisional maupun secara modern. Adapun pemanfaatan lamun tersebut baik secara modern maupun tradisional yaitu sebagai berikut :
Secara Tradisional

Secara Modern

Dimanfaatkan untuk kompos dan
pupuk

Cerutu dan mainan anak-anak
Dianyam menadi keranjang
Pembuatan kasur (sebagai pengisi kasur)
Tumpukan untuk pematang
Dan dibuar jaring ikan

Dan dibuar jaring ikan

· Sumber bahan kimia

·     Bahan untuk pabrik kertas









           
Penyaring limbah
Stabilizator pantai

Makanan

Dan obat-obatan
Di alam padang lamun membentuk suatu komunitas yang merupakan habitat bagi berbagai jenis hewan laut. Komunitas lamun ini juga dapat memperlambat gerakan air. bahkan ada jenis lamun yang dapat dikonsumsi bagi penduduk sekitar pantai. Keberadaan ekosistem padang lamun masih belum banyak dikenal baik pada kalangan akdemisi maupun masyarakat umum, jika
dibandingkan dengan ekosistem lain seperti ekosistem terumbu karang dan ekosistem mangrove, meskipun diantara ekosistem tersebut di kawasan pesisir merupakan satu kesatuan sistem dalam menjalankan fungsi ekologisnya.
Selain itu, padang lamun diketahui mendukung berbagai jaringan rantai makanan, baik yang didasari oleh rantai herbivor maupun detrivor. Nilai ekonomis biota yang berasosiasi dengan lamun diketahui sangat tinggi. Ekosistem padang lamun memiliki nilai pelestarian fungsi ekosistem serta manfaat lainnya di masa mendatang sesuai dengan perkembangan teknologi, yaitu produk obat-obatan dan budidaya laut. Beberapa negara telah memanfaatkan lamun untuk pupuk, bahan kasur, makanan, stabilisator pantai, penyaring limbah, bahan untuk pabrik kertas, bahan kimia, dan sebagainya.
Peranan padang lamun secara fisik di perairan laut dangkal adalah membantu mengurangi tenaga gelombang dan arus, menyaring sedimen yang terlarut dalam air dan menstabilkan dasar sedimen (Kiswara dan Winardi, 1999). Peranannya di perairan laut dangkal adalah kemampuan berproduksi primer yang tinggi yang secara langsung berhubungan erat dengan tingkat kelimpahan produktivitas perikanannya. Keterkaitan perikanan dengan padang lamun sangat sedikit diinformasikan, sehingga perikanan di padang lamun Indonesia hampir tidak pernah diketahui. Keterkaitan antara padang lamun dan perikanan udang lepas pantai sudah dikenal luas di perairan tropika Australia (Coles et al., 1993).
Ekosistem padang lamun yang memiliki produktivitas yang tinggi, memiliki peranan dalam sestem rantai makanan khususnya padaper iphyton danepiphyti c dari detritus yang dihasilkan dan serta lamun mempunyai hubungan ekologis dengan ikan melalui rantai makanan dari produksi biomasanya seperti yang Faktor-faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap distribusi dan kestabilan
ekosistem padang lamun adalah :
Kecerahan
Penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan sangat mempengaruhi proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan lamun. Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk proses fotosintesa tersebut dan jika suatu perairan mendapat pengaruh akibat aktivitas pembangunan sehingga meningkatkan sedimentasi pada badan air yang akhirnya mempengaruhi turbiditas maka akan berdampak buruk terhadap proses fotosintesis. Kondisi ini secara luas akan mengganggu produktivitas primer ekosistem lamun.
Temperatur
Secara umum ekosistem padang lamun ditemukan secara luas di daerah bersuhu
dingin dan di tropis. Hal ini mengindikasikan bahwa lamun memiliki toleransi

yang luas terhadap perubahan temparatur. Kondisi ini tidak selamanya benar jika kita hanya memfokuskan terhadap lamun di daerah tropis karena kisaran lamun dapat tumbuh optimal hanya pada temperatur 28 – 300C. Hal ini berkaitan dengan kemampuan proses fotosintesis yang akan menurun jika temperatur berada di luar kisaran tersebut.
Salinitas
Kisaran salinitas yang dapat ditolerir tumbuhan lamun adalah 10 – 40 ‰ dan nilai optimumnya adalah 35 ‰. Penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan lamun untuk melakukan fotosintesis. Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi juga terhadap jenis dan umur. Lamun yang tua dapat mentoleransi fluktuasi salinitas yang besar. Salinitas juga berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih. Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas.
Substrat
Padang lamun hidup pada berbagai macam tipe sedimen, mulai dari lumpur sampai karang. Kebutuhan substrat yang utama bagi pengembangan padang lamun adalah kedalaman sedimen yang cukup. Peranan kedalaman substrat dalam stabilitas sedimen mencakup 2 hal yaitu : pelindung tanaman dari arus laut dan tempat pengolahan dan pemasok nutrien.
Kecepatan arus
Produktivitas padang lamun juga dipengaruhi oleh kecepatan arus perairan. Pada saat kecepatan arus sekitar 0,5 m/detik, jenis Thallassia testudium mempunyai kemampuan maksimal untuk tumbuh.


2.6 Jenis Fauna dan Flora yang Terdapat Pada Padang Lamun
Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang juga cukup tinggi. Pada ekosistem ini hidup beraneka ragam biota laut, seperti ikan, krustasea, moluska (Pinna sp., Lambis sp., Strombus sp.), Ekinodermata (Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp., Archastersp., Linckia sp.), dan cacing Polikaeta.
2.7 Ekosistem Padang Lamun di Perairan Indonesia
Indonesia yang memiliki panjang garis pantai 81.000 km, mempunyai padang lamun yang luas bahkan terluas di daerah tropika. Luas padang lamun yang terdapat di perairan Indonesia mencapai sekitar 30.000 km2 (Kiswara dan Winardi, 1994).
Jika dilihat dari pola zonasi lamun secara horisontal, maka dapat dikatakan ekosistem lamun terletak di antara dua ekosistem bahari penting yaitu ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang (pada gambar dibawah). Dengan letak yang berdekatan dengan dua ekosistem pantai tropik tersebut, ekosistem lamun tidak terisolasi atau berdiri sendiri tetapi berinteraksi dengan kedua ekosistem tersebut.
Adanya interaksi yang timbal balik dan saling mendukung, maka secara ekologis
lamun mempunyai peran yang cukup besar bagi ekosistem pantai tropik. Adapun
peran lamun tersebut (Nienhuis et al., 1989; Hutomo dan Azkab, 1987; Zulkifli,
2000) adalah sebagai berikut:
1. Produsen primer, dimana lamun memfiksasi sejumlah karbon organik dan  sebagian besar memasuki rantai makanan di laut, baik melalui pemangsaan langsung oleh herbivora maupun melalui dekomposisi serasah
2. Sebagai habitat biota, lamun memberi perlindungan dan tempat penempelan        hewan dan tumbuh-tumbuhan
3.  Sebagai penangkap sedimen, lamun yang lebat memperlambat gerakan air
yang disebabkan oleh arus dan ombak
4.   Sebagai pendaur zat hara
5.  Sebagai makanan dan kebutuhan lain, seperti bahan baku pembuatan kertas.
Sedangkan dalam Fortes (1990), peran lamun bagi manusia baik langsung
maupun tidak langsung, dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Peran tradisional, seperti sebagai bahan tenunan keranjang, kompos untuk pupuk
2. Peran kontemporer, seperti penyaring air buangan; pembuatan kertas.

BAB 3. PERMASALAHAN
Lamun pada umumnya dianggap sebagai kelompok tumbuhan yang homogen. Lamun terlihat mempunyai kaitan dengan habitat dimana banyak lamun (Thalassia) adalah substrat dasar dengan pasir kasar. Menurut Haruna (Sangaji, 1994) juga mendapatkan
Enhalus acoroides dominan hidup pada substrat dasar berpasir dan pasir sedikit
berlumpur dan kadang-kadang terdapat pada dasar yang terdiri atas campuran pecahan karang yang telah mati. Keberadaan lamun pada kondisi habitat tersebut, tidak terlepas dan ganguan atau ancaman-ancaman terhadap kelangsungan hidupnya baik berupa ancaman alami maupun ancaman dari aktivitas manusia.
Kerusakan yang terjadi pada padang lamun dapat disebabkan oleh natural stress dan anthrogenik stress. Natural stress bisa disebabkan gunung meletus, sunami, kompetisi, predasi. Sedangkan anthrogenik stress bisa disebabkan :
Perubahan fungsi pantai untuk pelabuhan atau dermaga.
Eutrofikasi(Blooming mikro alga dapat menutupi lamun dalam memperoleh
sinar matahari).
Aquakultur (pembabatan dari hutan mangrove untuk tambak).
Water polution (logam berat dan minyak).
Over fishing (pengambilan ikan yang berlebihandan cara penangkapannya
yang merusak.
Selain itu juga limbah pertanian, industri, dan rumah tangga yang dibuang ke laut, pengerukan lumpur, lalu lintas perahu yang padat, dan lain-lain kegiatan manusia dapat mempengaruhi kerusak lamun. Di tempat hilangnya padang lamun, perubahan yang dapat diperkirakan menurut Fortes (1989), yaitu:
1. Reduksi detritus dari daun lamun sebagai konsekuensi perubahan dalam jaring-
jaring makanan di daerah pantai dan komunitas ikan.
2.Perubahan dalam produsen primer yang dominan dari yang bersifat bentik
yang bersifat planktonik.
3. Perubahan dalam morfologi pantai sebagai akibat hilangnya sifat-sifat pengikat
lamun.
4.Hilangnya struktural dan biologi dan digantikan oleh pasir yang gundul.
Banyak kegiatan atau proses dari alam maupun aktivitas manusia yang mengancam
kelangsungan hidup ekosistem lamun seperti berikut :
1. Dampak kegiatan manusia pada ekosistem padang lamun (Bengen, 2001)
Kegiatan
Dampak Potensial
Pengerukan dan pengurugan yang
berkaitan dengan pembangunan
areal estate pinggir laut,
Perusakan total padang lamun
Perusakan habitat di lokasi
pembuangan hasil pengerukan

pelabuhan, industri, saluran
navigasi
Pencemaran limbah industri
terutama logam berat, dan senyawa
organolokrin
Pembuangan sampah organik Pencemaran limbah pertanian Pencemaran minyak
Dampak sekunder pada perairan
dengan meningkatnya kekeruhan air, dan
terlapisnya insan hewan air.
Terjadinya akumulasi logam berat
padang lamun melalui prosesbiological
magnification
Penurunan kandungan oksigen
terlarut
Dapat tmerjadi eutrofikasi yang
engakibatkan blooming perifiton yang
menempel di daun lamun, dan juga
meningkatkan kekeruhan yang dapat
menghalangi cahaya matahari
Pencemaran pestisida dapat
mematikan hewan yang berasosiasi
dengan padang lamun
Pencemar pupuk dapat
mengakibatkaneutr ofikas i.
Lapisan minyak pada daun lamun
dapat menghalangi proses fotosintesis
Selain beberapa ancaman tersebut, kondisi lingkungan pertumbuhan juga mempengaruhi kelangsungan hidup suatu jenis lamun, seperti yang dinyatakan oleh Barber (1985) bahwa temperatur yang baik untuk mengontrol produktifitas lamun pada air adalah sekitar 20 sampai dengan 300C untuk jenis lamun
Thalassia testudinum dan sekitar 300C untuk Syringodium filiforme. Intensitas
cahaya
untuk laju fotosintesis lamun menunjukkan peningkatan dengan
meningkatnya suhu dari 290C sampai 350C untuk Zostera marina, 300C untuk
Cymidoceae nodosa dan 25-300C untuk Posidonia oceanica
Kondisi ekosistem padang lamun di perarain pesisir Indonesia sekitar 30-40%. Di pesisir pulau Jawa kondisi ekosistem padang lamun telah mengalami gangguan yang cukup serius akibat pembuangan limbah indusri dan pertumbuhan penduduk dan diperkirakan sebanyak 60% lamun telah mengalami kerusakan. Di pesisir pulau Bali dan pulau Lombok ganguan bersumber dari penggunaan potassium sianida dan telah berdampak pada penurunan nilai dan kerapatan sepsiens lamun (Fortes, 1989).
Selanjutnya dijelaskan oleh Fortes (1989) bahwa rekolonialisasi ekosistem padang lamun dari kerusakan yang telah terjadi membutuhkan waktu antara 5-15 tahun dan biaya yang dibutuhkan dalam mengembalikan fungsi ekosistem padang lamun di daerah tropis berkisar 22800-684.000 US $/ha. Oleh karena itu aktiviras pembangunan di wilayah pesisir hendaknya dapat memenimalkan dampak negatif melalui pengkajian yang mendalam pada tiga aspek yang tekait yaitu: aspek kelestarian lingkungan, aspek ekonomi dan aspek sosial.
Ancaman kerusakan ekosistem padang lamun di perairan pesisir berasal dari aktivitas masyarakat dalam mengeksploatasi sumberdaya ekosistem padang lamun dengan menggunakan potassium sianida, sabit dan gareng serta pembuangan limbah industri pengolahan ikan, sampah rumah tangga dan pasar tradisional. Dalam hal ini Fauzi (2000) menyatakan bahwa dalam menilai dampak dari suatu akifitas masyarakat terhadap kerusakan lingkungan seperti ekosistem padang lamun dapat digunakan dengan metode tehnik evaluasi ekonomi yang dikenal dengan istilahEnvironmental
Impact Assesment (EIA). Metode ini telah dijadikam istrumen universal dalam
mengevaluasi dampak lingkungan akibat aktivitas pembangunan, disamping itu metode evaluasi ekonomi dapat menjembatani kepentingan ekonomi masyarakat dan kebutuhan ekologi dari sumber daya alam.
BAB 4. PEMBAHASAN
Permasalahan dan isu pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan dalam hal ini ekosistem padang lamun, secara umum sedang dihadapi di Indonesia, bahkan juga sama dengan yang terjadi di beberapa negara berkembang lainnya. Walaupun dalam skala mikro bisa jadi tidak terlalu persis karena perbedaan sosial ekonomi dan budaya. Karena itu, isu persoalan seperti kemiskinan, konflik interes antar lembaga, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, pencemaran laut dan pesisir, keterbatasan dana pengelolaan merupakan persoalan yang sedang dihadapi. (PKSPL, 1999).
Disadari bahwa padang lamun memberikan banyak manfaat bagi manusia. Dengan demikian, mempertahankan areal-areal padang lamun, termasuk tumbuhan dan hewannya, sangat penting untuk pembangunan ekonomi dan sosial. Namun, akhir- akhir ini, tekanan penduduk semakin meningkat akan sumberdaya laut menjadi faktor utama dalam perubahan lingkungan ekosistem di laut. Yang menjadi kelemahan adalah bahwa selama ini banyak masyarakat yang menganggap bahwa areal pesisir mutlak merupakan milik umum yang sangat luas yang dapat mengakomodasi segala bentuk kepentingan termasuk kegiatan yang berbahaya sekalipun. Ini suatu kelemahan cara berpikir dan pengetahuan yang dapat mengancam keberlangsungan sumber daya pesisir dan laut salah satunya adalah ekosistem padang lamun. Meskipun telah banyak produk hokum yang jelas–jelas mengatur bahwa tidak ada satu orang ataupun kelompok yang dapat semena-mena memanfaatkan dan mengelola kawasan pesisir ini, tetapi penegakkannya melalui pengenaan sanksi yang tegas dan transparan belum berjalan sebagaimana mestinya.
Meskipun beberapa areal ekosistem pesisir termasuk areal padang lamun di Indonesia telah dimasukan ke dalam suatu kawasan lindung, namun pada kenyataan di lapangan menunjukkan banyak diantaranya yang masih mendapat tekanan yang cukup berarti. Sebagai upaya pemecahan, kini pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kelautan
] dan Perikanan bekerja sama dengan perguruan tinggi dan instansi terkait lainnya berusaha mengembangkan pendekatan terpadu yang melibatkan berbagai pihak, yaitu Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu atau Integrated Coastal Management (ICM).
Pengeloaan pesisir secara terpadu memerlukan justifikasi yang bersifat komprehensip dari subsistem-subsistem yang terlibat di dalamnya. misalnya implikasi terhadap lingkungan, ekologi, ekonomi dan sosial budaya dalam perspektif mikro maupun makro. Pembangunan hendaknya mempertimbangkan keterpaduan antar unsur ekologi, ekonomi dan sosial.
Pada lingkunag pesisir, memiliki kendala khusus dalam melihat implikasi dari suatu strategi pengelolaan, hal ini disebabkan karena adanya bermacam-macam aktivitas dan kelompok masyarakat sebagai pengguna, seperti rencana pengelolaan yang dibuat oleh pemerintah sering tidak dapat mencakup semua kepentingan masayarakat dan sebaliknya masyarakat menganggap sumber alam sebagai open acces resources (Raharjo, 1996)
Namun yang paling penting dalam pengelolaan ekosistem di dalam wilayah pesisir harus diingat, bahwa suatu ekosistem di wilayah pesisir tidak berdiri sendiri atau diantara beberapa ekosistem saling terkait baik secara biogeofisik, maupun secara sosioal-ekonomi; dan kelangsungan hidup suatu ekosistem juga sangat tergantung pada aktifitas manusia di darat yang dipengaruhi oleh faktor budaya masyarakat setempat. Dengan demikian, upaya konservasi dan pelestarian serta pengunaan sumber daya ekosistem lamun yang berkelanjutan memerlukan pengelolaaan secara terpadu memiliki pengertian bahwa pengelolaan sumber daya alam jasa-jasa lingkungan pesisir dan laut dilakukan melalui penilaian secara menyeluruh (comprehensive
assesment), merencanakan tujuan dan sasaran, kemudian merencanakan serta
mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya guna mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Perencanaan dan pengelolaan tersebut dilakukan secara kontinyu dan dinamis dangan mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi budaya dan

aspirasi masyarakat pengguna wilayah area pesisir (stakeholder) serta konflik
kepentingan dan pemanfaatan yang mungkin ada.
Pelestarian ekosistem padang lamun merupakan suatu usaha yang sangat kompleks untuk dilaksanakan, karena kegitan tersebut sangat membutuhkan sifat akomodatif terhadap segenap pihak baik yang berada sekitar kawasan maupun di luar kawasan. Pada dasarnya kegiatan ini dilakukan demi memenuhi kebutuhan dari berbagai kepentingan. Namun demikian, sifat akomodatif ini akan lebih dirasakan manfaatnya bilamana keperpihakan kepada masyarakat yang sangat rentan terhadap sumberdaya alam diberikan porsi yang lebih besar.
Dengan demikian, yang perlu diperhatikan adalah menjadikan masyarakat sebagai komponen utama penggerak pelestarian areal padang lamun. Oleh karena itu, persepsi masyarakat terhadap keberadaan ekosistem pesisir perlu untuk diarahkan kepada cara pandang masyarakat akan pentingnya sumberdaya alam persisir (Bengen, 2001).
Raharjo (1996) mengemukakan bahwa pengeloaan berbasis masyarakat mengandung arti keterlibatan langsung masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam di suatu kawasan.. Dalam konteks ini pula perlu diperhatikan mengenai karakteristik lokal dari masayakarakat di suatu kawasan. Sering dikatakan bahwa salah satu faktor penyebab kerusakan sumber daya alam pesisir adalah dekstrusi masyakarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, dalam strategi ini perlu dicari alternatif mata pencaharian yang tujuannya adalah untuk mangurangi tekanan terhadap sumberdaya pesisir termasuk lamun di kawasan tersebut.
Padang lamun adalah ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan. Lamun (seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) dan berkeping tunggal (Monokotil) yang mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air laut. Komunitas lamun berada di antara batas terendah daerah pasangsurut sampai kedalaman tertentu dimana cahaya matahari masih dapat mencapai dasar laut. Padang lamun merupakan suatu komunitas dengan produktivitas primer dan sekunder yang sangat tinggi, detritus yang dihasilkan sangat banyak, dan mampu mendukung berbagai macam komunitas hewan (Orth, 1987). Padang lamun memiliki peranan ekologis yang sangat penting, yaitu sebagai tempat asuhan, tempat berlindung, tempat mencari makan, tempat tinggal atau tempat migrasi berbagai jenis hewan.
Banyak kegiatan atau proses, baik alami maupun oleh aktivitas manusia yang mengancam kelangsungan ekosistem lamun. Ekosistem lamun sudah banyak terancam termasuk di Indonesia baik secara alami maupun oleh aktifitas manusia. Besarnya pengaruh terhadap integritas sumberdaya, meskipun secara garis besar tidak diketahui, namun dapat dipandang di luar batas kesinambungan biologi.
Ekosistem lamun sangat terkait dengan ekosistem di dalam wilayah pesisir seperti mangrove, terumbu karang, estauria dan ekosistem lainya dalam menunjang keberadaan biota terutama pada perikanan serta beberapa aspek lain seperti fungsi fisik dan sosial-ekonomi. Hal ini menunjukkan keberadaan ekosistem lamun adalah tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dengan ekosistem sekitarnya, bahkan sangat dipengaruhi aktifitas darat. Namun, akhir-akhir ini kondisi padang lamun semakin menyusut oleh adanya kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
Sebagai upaya konservasi dan kelestariannya dalam rangka tetap mempertahankan
lingkungan dan penggunaan yang berkelanjutan, maka dikembangkan pendekatan
DAFTAR PUSTAKA
Azkab, M.H.1988. Pertumbuhan dan produksi lamun, Enhalus acoroides di rataan
terumbu di Pari Pulau Seribu.Dalam: P3O-LIPI, Teluk Jakarta:
Biologi,Budidaya, Oseanografi,Geologi dan Perairan. Balai Penelitian Biologi Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta.
Azkab,M.H.1999. Kecepatan tumbuh dan produksi lamun dari Teluk Kuta,
Lombok.Dalam:P3O-LIPI, Dinamika komunitas biologis pada ekosistem
lamun di Pulau Lombok, Balitbang Biologi Laut, PustlibangBiologi Laut-
LIPI, Jakarta.



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
A.    Bakteri
Bakteri merupakan organisme yang paling banyak jumlahnya dan lebih tersebar luas dibandingkan mahluk hidup yang lain .
Bakteri memiliki ratusan ribu spesies yang hidup di darat hingga lautan dan pada tempat-tempat yang ekstrim.
Bakteri ada yang menguntungkan tetapi ada pula yang merugikan. Bakteri memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan mahluk hidup yang lain. Bakteri adalah organisme uniselluler dan prokariot serta umumnya tidak memiliki klorofil dan berukuran renik (mikroskopis).
Ø  Ciri-ciri Bakteri
Bakteri memiliki ciri-ciri yang membedakannnya dengan mahluk hidup lain yaitu
1. Organisme multiselluler
2. Prokariot (tidak memiliki membran inti sel )
3. Umumnya tidak memiliki klorofil
4. Memiliki ukuran tubuh yang bervariasi antara 0,12 s/d ratusan micron umumnya memiliki ukuran rata-rata 1 s/d 5 mikron.
5. Memiliki bentuk tubuh yang beraneka ragam
6. Hidup bebas atau parasit
7. Yang hidup di lingkungan ekstrim seperti pada mata air panas,kawah atau gambut dinding selnya tidak mengandung peptidoglikan
8. Yang hidupnya kosmopolit diberbagai lingkungan dinding selnya mengandung peptidoglikan


Struktur Bakteri
Struktur bakteri terbagi menjadi dua yaitu:
1.      Struktur dasar (dimiliki oleh hampir semua jenis bakteri)
Meliputi: dinding sel, membran plasma, sitoplasma, ribosom, DNA, dan granula penyimpanan
2.      Struktur tambahan (dimiliki oleh jenis bakteri tertentu)
Meliputi kapsul, flagelum, pilus, fimbria, klorosom, Vakuola gas dan endospora.
Struktur dasar sel bakteri
struktur-bakteri1
Struktur dasar bakteri
1.      Dinding sel tersusun dari peptidoglikan yaitu gabungan protein dan polisakarida (ketebalan peptidoglikan membagi bakteri menjadi bakteri gram positif bila peptidoglikannya tebal dan bakteri gram negatif bila peptidoglikannya tipis).
2.      Membran plasma adalah membran yang menyelubungi sitoplasma tersusun atas lapisan fosfolipid dan protein.
3.      Sitoplasma adalah cairan sel.
4.      Ribosom adalah organel yang tersebar dalam sitoplasma, tersusun atas protein dan RNA.
5.      Granula penyimpanan, karena bakteri menyimpan cadangan makanan yang dibutuhkan.



1.2  Tujuan
Adapun tujuan dari dituliskannya makalah adalah sebagai berikut :





















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penanaman Biakan
Untuk mendapatkan koloni bakteri sebagai sumber biakan murni, ada dua teknik yang dapat dipakai; pedia piringan gores (sterak plate method) dan metode piringan tuang (pour plate method).
Piringan tempat bahan yang mengandung bakteri sebaran terdiri atas zat makanan seperti kaldu sapi yang telah dipadatkan dengan menambahkan agar-agar berasal dari ganggang laut yang larut dalam air mendidih dan padat jika didinginkan, campuran agar dengan makanan dinamakan medium (wasley A volk, 1988)
Pada metode piringan gores (streak-plate method) medium agar steril dicairkan, didinginkan pada suhu 45oC, dituangkan kedalam cawan petri steril (cawan gelas dengan garis tengah 3 inchi) dan dibiarkan sampai menjadi padat, gemudian dengan kawat gelang penginokulasi (jarum oase) yang penuh dengan biakan campuran (misalnya spesimen ludah atau bahan lain), goresan dilakukan diatas permukaan agar. Ada beberapa metode penggoresan yang berbeda, namun kesemua metode bertujuan untuk meletakan sebagian besar organisme pada beberapa goresan pertama. Jika dilakukan secara sempurna, goresan akhir akan meninggalkkan bakteri individual cukup terpisah atau sama lain, sehingga setelah mengalami mengalami pertumbuhan, koloni yang berasal dari bakteri individual akan benar-benar terpisah satu sama lain. Kemudian, koloni tunggal dapat dipindahkan kedalam medium steril, dan akan tumbuhlah biakan murni.

Goresan sinambung
Sentuhkan lnokolumloop pada koloni dan gores secara kontinu sampai setengah permukaan agar. Jangar fijarkan loop, lalu putar cawan 180o lanjutkan goresan sampai habis. Goresan sinambung umumnya digunakan bukan untuk mendapatkan koloni tunggal melainkan untuk peremajaan ke cawan atau medium baru.
Goresan T
Bagi cawan menjadi tiga bagian menggunakan spidol marker, inokulasi daerah satu dengan streak zigzag. Panaskan jarum inokulum dan tunggu dingin. Kemudian lanjutkan streak zigzag di daerah 2 (streak pada gambar). Cawan diputar untuk memperoleh goresan yang sempurna. Lakukan hal yang sama pada daerah 3.
Goresan quadran (streak quadrant)
Hampir sama dengan goresan T. Namun berpola dengan garis yang berbeda yaitu dibagi empat, daerah satu merupakan goresan awal sehingga masih banyak mengandung sel mikroorganisme. Garis selanjutnya dipotongkan atau disilangkan dari goresan pertama sehingga julah semakin sedikit dan akhirnya terpisah-pisah menjadi koloni tunggal. (http://ekom.saurus.blogspot.com/2008/11/bab-4-isolasi-mikroorganisme.html).
Metode piringan tuang (pour-plate method) terdiri atas penginokulasian biakan campuran kedalam tabung uji yang mengandung agar mencari yang telah didinginkan pada suhu 45oC. Isinya diaduk untuk memencarkan bakteri keseluruh medium. Campuran itu kemudian dituangkan kedalam cawan petri kosong dan medium yang mencair ditungakan diatasnya. Cawan ini diputar untuk mencapur isinya sebelum medium menjadi padat. Pertumbuhan koloni terjadi baikdalam medium.tujuan pada kedua prosedur ialah untuk memisahkan sel-sel bakteri satu sama lain sehingga sel-sel itu akan tumbuh menjadi koloni yang terpisah dalam medium yang padat. Kemudian dapat diambil sel-sel disatu koloni untuk mendapatkan biakan murni. (wasley a. Volk, 1986).
Metode cawan tebar, setetes inokulum diletakan ditengah-tengah medium agar nutrien, dalam cawan petri, dan dengan menggunakan batang kaca bengkok yang steril, inokulum itu disebarkan dipermukaan medium. Batang yang sama dapat digunakan untuk menginokulasi pinggan kedua untuk menjamin penyebaran sel-selnya dengan baik. Pada beberapa pinggan akan muncul koloni-koloni yang terpisah-pisah. (Michael J. Pelczar, Jr. Dan E.C.S. Chan, 1988)
Teknik penanaman dari suspensi
Teknik penanaman ini merupakan lajutan dari pengenceran bertingkat. Pengambilan suspensi dapat diambil dari pengenceran mana saja tapi biasanya untuk tujuan isolasi (mendapatkan koloni tunggal) diambil beberapa tabung pengenceran terakhir.
Spread Plate (agar tabur ulas)
Spread plate adalah teknik menanam dengan menyebarkan suspensi bakteri di permukaan agar diperoleh kultur murni. Adapun prosedur kerja yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : Ambil suspensi cairan senamyak 0,1 ml dengan pipet ukur kemudian teteskan diatas permukaan agar yang telah memadat. Batang L atau batang drugal diambil kemudian disemprot alkohol dan dibakar diatas bunsen beberapa saat, kemudian didinginkan dan ditunggu beberapa detik. Kemudian disebarkan dengan menggosokannya pada permukaan agar supaya tetesan suspensi merata, penyebaran akan lebih efektif bila cawan ikut diputar. Hal yang perlu diingat bahwa batang L yang terlalu panas dapat menyebabkan sel-sel mikroorganisme dapat mati karena panas. (http://ekmon-saurus.blogspot.com/2008/11/bab-4-isolasi-mikroorganisme.html).
Pembiakan atau reproduksi
Pada umumnya bakteri hanya mengenal satu macam pembiakan saja yaitu pembiakan secara aseksual atau vegetatif. Pembiakan ini berlangsung secara cepat. Jika faktor-faktor luar menguntungkan. Pelaksanaan pembiakan yaitu dengan pembelahan diri atau divisio. Pembelahan diri dapat dipake pada tiga fase yaitu:
a.       Fase pertama, dimana sitoplasma terbelah oleh sekat yang tumbuh tegak lurus, pada arah memanjang.
b.      Sekat tersebut diikuti oleh suatu dinding melintang. Dinding melintang ini tidak selalu merupakan penyekat yang sempurna, ditengah sering ketinggalan suatu lubang kecil, dimana protoplasma kedua sel baru masih tetap berhubung-hubungan. Hubungan protoplasma itu disebut plasmodesmida.
c.       Fase terakhir adalah terpisahnya kedua sel, ada bakteri yang segera terpisah, yaitu yang satu terlepas sama sekali daripada yang lain, setelah dinding melintang menyekat secara sempurna, bakteri yang semacam ini merupakan koloni yang merata, jika dipiara pada mesium padat. Sekalinya bakteri-bakteri yang dindingnya lebih kokoh itu tetap bergandeng-gandengan setelah pembelahan. Bakteri macam ini merupakan koloni yang kasar permukaannya. (dwidjoseputro, 1988).
Biakan pengukuran
Untuk meningkatkan peluang terisolasinya suatu organisme yang mempunyai beberapa ciri fisiologi atau biokimiawi yang unik, dapat dilakukan langkah berikut, goresan, sebar, atau tuang dengan menggunakan inokulum lewat serentetan pemindahan kedalam medium dengan komposisi (dan keadaan inkubasi) yang akan mengutamakan pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan prosedur penyuburan yang berhasil akan meningkatkan proposi organisme yang dikehendaki melebihi yang ada dalam inokulum mula-mula. (Michael J. Pelczar, Jr. Dan E.C.S. Chan, 1988)










BAB III
PENUTUP
1.1  Kesimpulan
Annelida merupakan hewan tripoblastik selomata, karena sudah memiliki coelom. Annelida hidup secara bebas, tetapi ada juga yang parasit pada hewan vertebrata seperti manusia. Anelida ada yang bersifat merugikan dan menguntungkan, namun sebagian besar Annelida bersifat menguntungkan bahkan ada yang dapat dijadikan sebagai bahan konsumsi di beberapa daerah, contohnya: cacing wawo (Lysidice oele), dan cacing palolo ( Eunice viridis). Kedua cacing tersebut biasa dikonsumsi oleh manusia di beberapa tempat di Indonesia. Selain itu, beberapa contoh spesies Annelida yang menguntungkan antara lain: Lumbricus rubella yang memegang peranan penting bagi agroekosistem, cacing tersebut memproses sampah tanaman dan mengubahnya menjadi permukaan tanah sehingga kaya nutrisi. Cacing tersebut juga berperan sebagai dekomposer dan menghasilkan senyawa-senyawa bioaktif dan enzim-enzim penghancur benda mati sehingga tidak mengherankan jika cacing dijadikan bahan pengobatan contohnya untuk typhus dan bahan pembuat kosmetik. Selain itu ada juga spesies yang biasa digunakan dalam ilmu kedokteran yaitu Hirudo medicinalis.

1.2  Saran
Adapun saran adalah sebagai berikut :
1.      Mahasiswa dapat memahami dan menjaga lingkungan ekosistem yang memiliki peranan yang saling menguntungkan bagi kehidupan.
2.      Perlunya pengembangan IPTEK dalam pemanfaatan atau pengelolaan hewan – hewan laut dan lainnya agar dapat bermanfaat bagi manusia dan lingkungan.
3.      Perlunya pengembangan dalam menjaga habitat makhluk hidup agar tetap lestari dan jauh dari kepunahan.



DAFTAR PUSTAKA

                 [ Sabtu , 25 Desember 2010  jam 10.00 WIB ]
Myaluzz's Blog [Online]. Sumber : http://myaluzz.wordpress.com/2010/01/16/.html
 [ Sabtu , 25 Desember 2010  jam 10.00 WIB ]
Ahmad C. S. H. Rabu, April 07, 2010 [Online]. Sumber : http://myaluzz.wordpress.com/2010/01/16/.html  [ Sabtu , 25 Desember 2010  jam 10.00 WIB ]
Annelida [Online]. Sumber : http://www.sentra-edukasi.com/2010/04/annelida.html  [ Sabtu , 25 Desember 2010  jam 10.00 WIB ]